Selasa, 13 Juli 2010

Cerita Sutaasoma


Raja Sri Mahaketu (seorang keturunan Kuru) di Hatina diancam oleh rombongan raksasa yang merusak dusun-dusun dan pertapaan-pertapaan. Menurut kepala Brahmin (munindra) hanya seorang putra keturunan raja sajalah yang dapat menghancurkan rombongan raksasa itu. Terdorong oleh pendapat itu, raja ingin mempunyai putra yang diharapkan itu. Raja melakukan yoga di hadapan Jina. Raja mendapatkan wahyu bahwa sang Bodhisatta sendiri yang akan menjadi putranya.

Tidak beberapa lama istri raja mengandung dan setelah sampai waktunya melahirkan seorang putra. Para dewa turun di dunia dan menghormatinya dan mengatakan bahwa sang Jina telah dilahirkan. Putra itu diberi nama Sutasoma.
Setelah Sutasoma menginjak dewasa apabila melakukan kebaktian agama di bawah pimpinan Sri Jineswarabajra, ia adalah guru sang raja. Raja berkeinginan Sutasoma segera menikah dan naik tahta, menggantinya sebagai raja. Sutasoma dipanggil raja, diberi tahu tentang kehendaknya itu. Raja menasehatinya bahwa :
• Sebagai raja harus mensejahterakan dunia.
• Dengan menikah dan memerintah berarti melaksanakan kemanunggalan dengan sang Budha.
• Seorang raja harus memberantas penyelewengan yang mengakibatkan kehancuran seluruh dunia.
Sutasoma menjawab bahwa ia sadar tentang kekurangannya untuk menerima beban berat menggantikan ayahnya. Untuk menambah kekurangan itu, hanya di pegungan keheningan akan dapat dicapai, bukan di tengah-tengah dunia ramai. Setelah mendapat kesempurnaan di tempat yang hening itu, ia akan dapat menyelamatkan dan memejukan kesejahteraan dunia.
Keinginan raja didukung oleh patih Jayendra, ia mengingatkan Sutasoma tentang beban berat yang dipikul ayah dan rakyatnya. Maka agar Sutasoma segera menggantikannya
dan segera menikah. Setelah mendapat keturunan dan pantas menggantikannya, maka bebas mengundurkan diri dan hidup di pertapaan. Pendapat patih didukung oleh Mahosadhi seorang pendeta keraton (purohita). Ia menambahkan bahwa keheningan dapat diraih dalam kehidupan berkeluarga sambil menurunkan putera dan melakukan yoga. Sutasoma tidak terpengaruh nasehat kedua orang itu, ia tetap berpendapat bahwa satu-satunya tempat untuk mencapai keheningan ialah di pegunungan.
Pengembaraan Sutasoma dimulai waktu tengah malam dengan diam-diam ia meninggalkan tempat tidurnya tanpa diketahui para penjaga pintu keraton. Raja dan ratu sangat sedih setelah mendapat laporan bahwa Sutasoma meninggalkan keraton.
Berbagai pengalaman didapatkan Sutasoma dalam pengembaraannya. Sutasoma telah melewatkan dusun-dusun dan sampai di kaki pegunungan. Pada waktu matahari tenggelam ia memasuki sebuah kuburan dan menghormati dewi Bhairawi di sebuah candi untuknya. Setelah melakukan yoga, Sri Widyatkarali (nama lain dari Bhairawi atau Durga) menampakkan dirinya dan menunduk di hadapan dan memuja Sutasoma, sebab ia telah dapat menaklukkan segala hawa nafsunya, ia adalah inkarnasi sang Budha. Sang Dewi mengajarkan mantra yang disebut Mahahredaya, mantra itu dapat menghancurkan segala kejahatan kekuatan musuh, segala macam penyakit dan kemalangan. Sang Dewi juga menunjukkan pertapaan Bhatara Guru di gunung Semeru. Setelah itu sang Dewi lenyap dari penglihatan.
Sutasoma melanjutkan perjalanan menuju ke puncak gunung Semeru seperti yang disarankan sang Dewi Durga. Setelah tujuh hari perjalanan sampailah ia di sebuah pertapaan gunung Semeru. Ia disambut pemimpin pertapaan bernama Kesawa. Dalam pembicaraan Kesawa menanyakan tujuannya Sutasoma sampai di pertapaan itu. Jawab Sutasoma minta petunjuk agar dapat mencapai puncak gunung Semeru.
Sutasoma melanjutkan perjalanan lebih lanjut, dan sampailah di pertapaan Budha yang dipimpin oleh Sumitra. Sutasoma mendapat penjelasan dari Sumitra. Ternyata Sumitra adalah paman ibunya (Prajnadhari). Kakak ibu Sutasoma adalah raja Kasi yang telah digantikan oleh putranya (Dasabahu). Adik perempuan Dasabahu bernama Candradewi merupakan calon istri yang tepat bagi Sutasoma.
Sutasoma minta kepada Sumitra tentang kehidupan raja Dasabahu. Diceritakan bahwa dulu ayahnya mengingini seorang anak yang gagah perkasa. Bersama dengan istrinya menuju ke pegunungan untuk bersemedi. Sang Brahma dengan wajah yang menakutkan menampakkan diri dan akan menelan mereka, akan tetapi ujian itu dapat mereka lalui. Kemudian sang Brahma menampakkan lagi dengan wajah yang ramah dan mangabulkan keinginan mereka yaitu mempunyai putra yang gagah perkasa. Raja dan permaisuri pulang ke keraton. Istri mengandung, melahirkan seorang putra dengan sepuluh lengan. Raja sedih akan kejadian itu, maka anak akan dibuang ke laut. Tiba-tiba putra berubah menjadi tampan, diberi nama Brahmaja (putra Brahma) atau Dasabahu (berlengan sepuluh). Setelah sampai waktunya Dasabahu naik tahta menggantikan ayahnya dan bersekutu yang setia dengan raja Hastina.
Sumitra melanjutkan ceritanya. Ketika Suciloma (raksasa menyerupai Kala) mengacau di seluruh permukaan bumi. Sang Jina (Budha) menjelma dalam diri pangeran Agrakumara, dapat mengalahkan Suciloma. Suciloma tidak dibunuh asal sanggup tidak mengganggu manusia. Suciloma menjadi putera raja Sudasa di Ratnakanda, menekuni terhadap sang Budha.
Rudra menampakkan diri dan marah terhadap juru masaknya karena menghidangkan masakan yang dimakan anjing. Jayantaka (Purusada = pelahap manusia) dapat dikalahkan oleh inkarnasi sang Budha yaitu Sutasoma. Setelah selesai bercerita Sumitra mendesak Sutasoma segera menjadi raja di Hastina. Tiba-tiba muncul dewi Bumi juga minta agar Sutasoma menyelamatkan bumi dari kehancuran Kali. Semua permintaan itu belum dapat merubah pendirian Sutasoma.
Sutasoma bersama Kesawa melanjutkan pengembaraannya, sampai di sebatang pohon Kepoh, kediaman anak Suciloma (berkepala gajah, berwatak buas, bernama Durmukha atau Gajamukha). Karena tidak mengindahkan nasehat Kesawa, Sutasoma mendekati pohon Kepoh, disambut dengan raungan yang menakutkan, perkelahian tak terhindarkan. Gajamukha dapat dikalahkan dan akhirnya menjadi murid Sutasoma.
Gajamukha dan Sutasoma diserang seekor naga. Gajamukha bermaksud membunuh naga tetapi dilarang oleh Sutasoma. Naga bersujud di hadapan Sutasoma. Sutasoma bertemu seekor harimau betina yang akan melahap anaknya sendiri. Maksud itu dihalang-halangi, Sutasoma sanggup dilahapnya sebagai gantinya. Dunia akan berkabung jika mendengar Sutasoma mati dilahap harimau. Oleh karena itu dewa Indra turun di dunia menghidupkan lagi Sutasoma. Akhirnya harimau menjadi murid Sutasoma.
Gajamukha, naga, dan harimau minta pelajaran tentang keheningan, apakah keheningan dapat dicapai lewat jalan kemurnian yang sempurna atau harus melewati kematian. Dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan antara hidup dan kematian asal manusia mau berbuat baik terhadap sesama makhluk. Jalan yang harus dilalui dapat berupa hidup atau mati, yoga dan kebajikan.
Para dewa cemas sebab Jayantaka muncul kembali dengan niat kejahatannya. Indra mengutus sejumlah bidadari yang dipimpin Sukirna dan Tilottama untuk menggoda Sutasoma yang sedang bersemedi di puncak gunung Semeru. Usaha para bidadari gagal. Indra menjelma menjadi bidadari dan menggoda Sutasoma. Waktu Indra akan mencium kaki Sutasoma lenyap, tampak Wairocana di atas padma dikelilingi para Jina dan dewa. Setelah menerima segala pujian Wairocana menjadi Sutasoma kembali.
Sutasoma mengakhiri semedinya, sadar bahwa ia seorang Budha. Sutasoma ditemani Kesawa turun dari puncak Semeru menuju Bharata. Di tengah perjalanan bertemu Dasabahu yang sedang berkelahi dengan pengikut Purusada. Pengikut Purusada dapat dikalahkan, lari ke Sutasoma dan berjanji akan melepaskan watak jahatnya. Dasabahu merangkul Sutasoma dan meminta agar ia mengawini adiknya. Mereka bersama naik kereta melewati kraton Awangga yang telah dikalahkan oleh Dasabahu. Akhirnya mereka sampai di kraton Dasabahu.
Ketiga anak Dasabahu dikenalkan dengan Sutasoma di suatu danau. Dikatakan bahwa danau itu dulu dibuat oleh raja Jina (Wairocana) bersama istrinya Locana waktu masih di surga. Sekarang mereka turun ke bumi menjelma pada Sutasoma dan istrinya. Setelah beberapa waktu tinggal di kraton Dasabahu, mohon ijin kepada raja ingin menjenguk orang tuanya di Hastina.
Purusada sudah melahap sembilan puluh sembilan raja. Sekarang perhatiannya ditujukan ke raja Jayawikrama. Terjadi pertempuran, raja Jayawikrama meninggal, istri ikut meninggal terjun di api unggun.
Raksasa Purusada berserta raja sekutunya yaitu raja Kalingga, Magadha dan Awangga ke Hastina. Sutasoma menawarkan diri sanggup menjadi korban agar raja lainnya dapat diselamatkan. Terjadi pertempuran.
Kala bergembira karena Sutasoma sanggup menyerahkan diri. Kala berubah menjadi seekor naga akan menelannya, tetapi tidak jadi justru menjadi murid Sutasoma. Di bawah Sutasoma Kala dan Purusada hidup sebagai seorang biksu dan diberi pelajaran tentang dharma dan berbagai bentuk yoga.
Setelah beberapa waktu Sutasoma dan istrinya pulang ke surga Jina. Purusada menerima pahala karena tapanya sebagai murid Jina. Kala mendapat pangkat Pasupati. Ardana (putra Sutasoma) menggantikan ayahnya sebagai raja di Hastina.

Lontar Koleksi Museum Sonobudoyo, dikerjakan bersama DR. Riboet Darmosoetopo
Selengkapnya...

Senin, 12 Juli 2010

Ditjen PSDKP BBentuk Tim Terpadu, Lacak Pencarian BMKT Ilegal


Ditjen Pengasawan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah membentuk tim terpadu untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan indikasi pencarian BMKT illegal di perairan Laut Jawa Utara Blanakan Subang, Jawa Barat yang diduga melibatkan Michael Hatcher. Tim terpadu ini juga terus melakukan pendalaman informasi untuk mengumpulkan bukti-bukti materiil dugaan pencurian 2.360 buah artefak kuno berupa piring dari Dinasti Ming.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Dr. Ir. Aji Sularso mengemukakan, Tim terpadu telah melakukan pendalaman informasi dan mengumpulkan bukti-bukti di lapangan. Termasuk di dalamnya, mendalami kasus pencarian BMKT yang diidikasikan illegal oleh oknum nelayan yang menggunakan dua buah kapal (KMN Alini Jaya dan KMN Asli Jaya) yang saat ini disimpan di Lanal Cirebon.

“Kasus tersebut akan ditangani PPNS Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama Bareskrim Polri untuk penyidikan,” kata Aji Sularso, di Jakarta, belum lama ini.

Aji Sularso mengatakan, pembentukan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (Panas BMKT) dilatarbelakangi terjadinya peristiwa pengangkatan muatan kapal Geldermalsen (milik VOC) di perairan Karang Heluputan, Kepulauan Riau pada tahun 1985-1986 yang dipimpin Michael Hatcher. BMKT yang berhasil diangkat berupa 126 batang emas lantakan dan 160.000 benda keramik dinasti Ming dan Qing.

BMKT ini kemudian dilelang di Balai Lelang Christie’s Amsterdam senilai US$ 17 juta. Nah, berdasarkan hal tersebut pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No,43 tahun 1989 tentang Pannas BMKT. Selain kegiatan pengangkatan BMKT yang dilakukan Michael Hatcher tanpa izin di perairan Karang Heluputan sekitar tahun 1985-1986, juga terjadi kembali kegiatan yang merugikan Indonesia di Selat Gelasa dekat Pulau Bangka yang dilakukan Tilman Walterfang yang dilelang di Nagel Auction Jerman senilai US$ 40 juta.

Nah, dengan adanya peristiwa pengangkatan BMKT illegal yang merugikan negara ini, tim terpadu terus melakukan pelacakan terhadap sejumlah laporan dari PT Comexindo Usaha Mandiri di perairan Laut Jawa Utara, Blanakan Subang, Jawa Barat yang diduga melibatkan Michael Hatcher.

Data PSDKP menyebutkan kurun 2001-2009 Ditjen PSDKP telah melakukan pengawasan survei di 32 lokasi dan pengawasan pengangkatan di delapan lokasi. Pada tahun 2010 pihaknya melaksamakan pengawasan survei PT Bangun Bahari Nusantara di perairan sebelah selatan Pulau Belitung dan pengawasan pengangkatan PT Comexinndo Usaha Mandiri di perairan Laut Jawa Utara Blanakan Subang, Jabar. (idt/pab)
Selengkapnya...

Kamis, 08 Juli 2010

Tokoh-Tokoh Besar Indonesia - Ronggowarsito

Seperti layaknya Hayam Wuruk, nama Ronggowarsito adalah tokoh klasik terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Berg sampai mengatakan bahwa dialah (Ronggowarsito) sang pujangga penutup. Karya yang dihasilkan sekitar 68 buah, meliputi berbagai bidang yaitu filsafat, babad, jangka, primbon, sejarah, silsilah, pendidikan, ilmu pengetahuan alam, pedalangan, dan perkamusan. Hasil karya Ronggowarsito yang berisi tentang pemerintahan dan kemimpinan diantara terdapat pada Pustakaraja Madya yang meliputi: serat Darmasarana, Serat Yudayana, Serat Gendrayana, Serat Budhayana, Serat Sariwahana, Serat Ajidama, Serat Mayangkara, Serat Purusangkara, Serat Anglingdarma, Serat Ajipamasa, dan Serat Witaradya.

Dalam serat Ajipamasa termuat ajaran Asthabrata yaitu di dalam pupuh XI Girisa bait 1-15. Intinya adalah seorang raja atau pemimpin harus mempunyai sifat seperti pratala ‘bumi/tanah’, tirta ‘air’, dahana ‘api’, maruta ‘angin’, surya ‘matahari’, candra ‘bulan’, sudama ‘bintang’. Eyang buyut Ronggowarsito, yaitu Yasadipura I, juga pernah menggubah cerita Ramayana bahasa Jawa Kuna ke dalam bahasa jawa Baru (?) dan diberi judul Serat Rama. Di dalam cerita tersebut terdapat pula ajaran Asthabrata sama seperti naskah induknya, namun terdapat perbedaan dalam penyebutan delapan brata. Jika dalam Ramayana kakawin Asthabrata disebutkan dengan nama dewa-dewa lokapala, maka Serat Rama menyebutnya dengan sebutan benda-benda di bumi, misalnya dewa agni diganti dengan sifat api. Karya lain Ronggowarsito yang berkaitan dengan kepemimpinan ialah Nitisruti.
Selain Asthabrata, di dalam serat Ajipamasa juga terkandung ajaran Nistha-Madya-Utama. Ajaran ini diberikan oleh Prabu Kusumawicitra kepada Prabu Gandakusuma dan Prabu Jayasusena. Selain itu, ajaran ini juga disampaikan oleh Ajar Sarabasata kepada putranya Sang Sasana. Inti ajarannya sebagai berikut :
1. Nistha ‘nista’
Disebut nistha ‘nista’ jika seandainya raja (pemimpin negara) mempunyai sifat melikan ‘ingin memiliki’ terhadap harta benda milik rakyat atau para penggawa. Hal ini yang harus dihindari raja meskipun raja bersedia membeli dengan harga tinggi. Seandainya rakyat atau pemiliknya kurang senang, hendaknya niat itu diurungkan sebab dapat menumbuhkan sikap tidak percaya rakyat kepada pemimpinnya. Namun bila raja benar-benar menginginkannya, maka ia dapat menanyakan kepada pemiliknya dengan kata-kata yang lemah lembut.
2. Madya ‘tengahan/sedang’
Disebut madya seandainya raja memiliki sifat pemurah. Apabila ada rakyatnya yang kekurangan dan dating kepada raja, raja berkewajiban memberikan dana secukupnya sesuai kebutuhan rakyat tersebut. Namun raja juga boleh menolak. Apabila ada seorang yang menghadap dan mempersembahkan barang berharga kepada raja, maka raja berkewajiban memberikan imbalan barang berharga lainnya yang pantas sebagai pengganti. Selain itu raja hendaknya memiliki sifat gemar memberikan ganjaran kepada rakyat atau penggawa yang berhasil menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Tetapi raja juga berkewajiban menghukum kepada siapa saja yang bersalah.
3. Utama ‘utama’
Perbuatan utama maksudnya seandainya raja memiliki sifat berbudi bawa leksana. Berbudi berarti memiliki perasaan tulus ikhlas dalam hati dan pikiran, gemar memberikan dana atau ganjaran setiap hari. Bawa leksana berarti menetapi dan menepati janji yang pernah ia ucapkan. Seandainya raja memiliki sifat berbudi bawa leksanaa itu, niscaya hati dan pikiran akan suci, bersih, sentosa, teguh, tegar dalam pendirian, mampu mengatur, mengendalikan, dan menguasai negara yang ia perintah. (Tedjowirawan, 2001: 197-188).
Ada empat hal yang hendaknya dilakukan oleh raja dalam mengatur tata pemerintahan, yakni :
1. Anata ‘mengatur’, maksudnya raja harus mampu mengatur tata pemerintahan dengan baik.
2. Aniti ‘meneliti’, maksudnya raja hendaknya meneliti para pegawainya secara rahasia atau dalam hati saja.
3. Apariksa ‘memeriksa’, maksudnya memeriksa isi negara.
4. Amisesa ‘mengadili’, maksudnya raja hendaknya memberantas segala kejahatan di kerajaannya.
Serat Ajipamasa menyebutkan hal-hal yang menyebabkan calon abdi negara berbuat nista ada tujuh, yakni : plin-plan, harta benda orang lain, dengan jalan mengadukan (kejelekan orang lain), mementingkan diri pribadi, di dalam batin (pikirannya) merasa mendapat kepercayaan raja, tidak menepati, dan iri dengki. Penyebab perbuatan madya yaitu : rajin, mengindahkan dan menurut, dapat memahami/tanggap, melaksanakan, menerima nasib, takut larangan, dan dapat menyesuaikan situasi dan kondisi. Demikian pula seorang abdi negara yang utama pun bermula dari tujuh sikap, yaitu: kesungguhan, hemat, teliti, berhati-hati, mengetahui, kesentosaan hati, dan mantap.

Selengkapnya...

Rabu, 07 Juli 2010

Tokoh-Tokoh Besar Indonesia - Hayam Wuruk

Tokoh Hayam Wuruk mungkin dapat dikatakan sebagai seorang pemimpin/raja dengan “paket super lengkap”, sepanjang sejarah perjalanan bangsa (masa kerajaan Hindu-Budha). Sepak terjang Hayam Wuruk dapat diketahui karena terdokumentasikan oleh “wartawan” kerajaan yang bernama Prapanca, yang dipaparkannya secara mendetail. Nampaknya puncak kebesaran kerajaan di Indonesia diperoleh oleh Majapahit dengan hayam Wuruk sebagai rajanya dan Gadjah Mada sebagai mahapatihnya.

Seluruh wilayah nusantara dapat dipersatukan ditambah negara-negara tetangga menjadi bawahan. Melalui kitab nagarakretagama dan prasasti dapat diperoleh informasi mengenai tata pemerintahan, social budaya, perekonomian, dan sebagainya. Tata kelola pemerintahan Majapahit merupakan yang terlengkap diantara kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang mengacu pada data-data yang ada sekarang.
Hayam Wuruk merupakan sosok raja yang senantiasa memperhatikan rakyatnya. Nagarakretagama menceritakan perjalanan raja ke daerah-daerah dalam rangka peninjauan. Dalam konsep Asthabrata, raja yang baik adalah raja yang dapat mengerti keadaan dan kemauan rakyatnya. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk ‘turun ke bawah’ langsung. Nagarakretagama menceritakan bahwa ketika raja sampai di suatu daerah maka ia akan menginap beberapa hari untuk beristirahat sambil beraudiensi dengan masyarakat secara langsung. Ciri lain yang menonjol pada diri Hayam Wuruk ialah sikapnya yang tidak otoriter, hal tersebut dapat dilihat dari dibentuk Dewan Pertimbangan Agung. DPA bersidang setiap kali raja akan akan mengambil keputusan mengenai perkara penting yang menghendaki kebulatan pendapat dari kerabat. Suryabrata dalam konsep Asthabrata mengajarkan kepada raja agar memikirkan secara matang tindakan yang akan diperbuat. Hal tersebut diwujudkan oleh Hayam Wuruk dengan mengadakan musyawarah setiap kali akan memutuskan sesuatu, seperti misalnya ketika akan mencari pengganti Gadjah Mada. Dalam musyawarah tidak dicapai kata sepakat karena peserta musyawarah berpendapat bahwa tidak ada yang sanggup menggantikan Patih Gadjah mada, sehingga diputuskan tidak ada yang menggantikan posisi Gadjah Mada sebagai mahapatih.
Jika kepemimpinan Hayam Wuruk dikaitkan dengan Asthabrata, maka pemerintahannya adalah sebagai jawaban atas hipotesis kaitan antara Asthabrata dengan hasil pemerintahan yang dicapai. Para ahli sepakat dengan tesis bahwa Majapahit ialah kerajaan terbesar di Nusantara dengan Hayam Wuruk dan Gadjah Mada sebagai tokoh sentralnya. Karena apa? Karena semua ucapan dan tindakan Hayam Wuruk senantiasa mengacu pada Asthabrata.

Selengkapnya...

Tokoh-Tokoh Besar Indonesia - Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantoro merupakan tokoh perjuangan, sehingga tidak dapat disangsikan lagi jiwa kepemimpinannya. Selain sebagai tokoh pendidikan, beliau juga merupakan jurnalis, politikus, patriot, dan juga negarawan. Keinginannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1923. Gagasannya yang terkenal ialah semboyan Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Sesungguhnya semboyan tersebut bukan hanya untuk diterapkan pada pendidikan, namun lebih luas lagi dapat diaplikasikan pada figure pemimpin, baik pemimpin pusat maupun daerah.

Selengkapnya...

Tokoh-Tokoh Besar Indonesia - Tanakung

Jika melihat ringkasan cerita Lubdhaka sebagaimana yang disusun oleh Riboet Darmosoetopo, maka Tokoh Tanakung dapat dikatakan belum terlihat gagasan-gagasannya mengenai kepemimpinan maupun pemerintahan. Inti dari cerita Lubdhaka tersebut lebih cenderung pada masalah social kemasyarakatan dimana Lubdhaka diposisikan sebagai pemburu. Dalam kitab Karmawibhangga, seorang pemburu akan mendapatkan karma berupa penyiksaan di neraka.


Selengkapnya...

Tokoh-Tokoh Besar Indonesia (Mpu Tantular)

Tokoh Mpu Tantular seringkali dikaitkan dengan sebuah karya sastra yang sangat terkenal yakni Sutasoma yang tidak lain adalah hasil karyanya sendiri. Gagasan-gagasan seorang Tantular dapat dilihat dari isi kitab yang dihasilkannya yaitu Sutasoma. Sutasoma menceritakan kehidupan sorang raja yang bernama Sutasoma, mulai dari sebelum dilahirkan sampai ketika dirinya pulang ke surga Jina.

Menurutnya, seorang raja yang baik dan berwibawa ialah raja yang mampu atau rela berkorban demi orang lain. Hal ini dapat dilihat ketika Sutasoma rela mejadi korban raksasa Kala dengan persyaratan 100 orang raja yang dipersembahkan oleh Purusada dibebaskan dari lahapannya, sampai akhirnya Kala tidak berhasil membunuhnya dan akhirnya menjadi kerabatnya. Gagasan Sutasoma yang lain adalah bahwa menghadapi musuh tidak harus dengan angkat senjata, melainkan dengan cara yang lebih santun yaitu diplomasi dengan keluhuran budi dan kekuatan batinnya. Semua yang dikalahkan tidak dianggap sebagai bawahannya, tetapi dianggap sebagai kerabat. Satu yang terpenting dari gagasan Sutasoma ialah bhinneka tuńgal ika, tan hana dharmma mańrwa, artinya : keanekaan itu hakekatnya satu (hanya Esa), sebab tidak ada yang hakiki (kebenaran) itu lebih dari satu. Ini adalah petuah dari Sutasoma mengenai keresahannya terhadap pertentangan agama yang sering terjadi. Tantular menempatkan Sutasoma sebagai raja sangat toleran terhadap warganya, yaitu menyangkut kerukunan antar umat beragama karena pada masa tersebut berkembang beberapa agama.
Selengkapnya...

Indahnya Warisan Budaya Masa Lalu

“Saya bangga jadi anak Indonesia karena banyak sejarah
yang dapat diambil pelajaran”.

Itulah sedikit celotehan yang dituangkan oleh seorang pelajar SD di atas selembar kain kesan dan pesan ketika menyaksikan pameran purbakala yang diadakan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang di Kota Cirebon beberapa waktu lalu. Sepintas, satu baris kalimat tersebut tampak sangat sederhana, namun di balik kesederhanaan tersebut terdapat makna yang luar biasa. Tentu kita harus menakarnya dari posisi berapa usia anak tersebut. Jika yang melontarkan kalimat tersebut adalah anak seusia SMA, sudah pasti itu ialah hal yang biasa.

Indonesia adalah sebuah negeri kepulauan yang seolah tidak pernah bosan merasakan manis pahit perkembangan peradaban. Dimulai dari peradaban yang paling primitif yaitu ketika manusia masih menggantungkan hidupnya pada batu-batuan, kemudian ketika masyarakat disuapi doktrin-doktrin agama Hindu dan Budha hingga tercipta megahnya Candi Borobudur. Perjalanan tidak berhenti sampai di situ saja. Pengaruh agama Islam pun seolah tidak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam percaturan kebudayaan di Indonesia. Adalah makam Fatimah Binti Maimun di Leran Gresik, yang sampai saat ini masih dipercaya sebagai bukti tertua masuknya masyarakat muslim di Pulau Jawa. Ketika penjajah Kolonial Belanda menapakkan kakinya di Indonesia, imbasnya terasa sangat luas. Semua lini kehidupan terpengaruh oleh budaya barat yaitu secara fisik dan mental yang termanifestasikan dalam beragam bentuk.
Pada era sekarang ini, masyarakat Indonesia diuji ketahanannya dari dahsyatnya serbuan budaya asing yang mendera setiap sektor kehidupan. Jika ditarik ke belakang ternyata hal tersebut pun telah terjadi pada masa lampau seperti yang telah diuraikan di atas. Ketika manusia prasejarah dihadapkan pada sebuah kebudayaan asing, yaitu India, mereka dengan sangat mudah dapat menerimanya. Dalam hal keyakinan, hampir terdapat persamaan pada kedua kepercayaan tersebut, yang paling utama adalah objek dari sesuatu yang mereka puja. Masyarakat prasejarah, sebelum mengenal agama Hindu, mendasarkan kepercayannya kepada hal-hal gaib dalam hal ini nenek moyang mereka. Mereka percaya akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama pengaruh kuat dari nenek moyang yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman, sehingga dalam setiap prosesi ritualnya selalu berkaitan dengan hal tersebut.
Ajaran yang dibawa oleh orang-orang India ketika masuk di nusantara tidaklah jauh berbeda dari kepercayaan kaum prasejarah. Jika masyarakat prasejarah percaya kepada hal-hal gaib seperti roh nenek moyang, maka dalam agama Hindu pemujaan ditujukan kepada para dewa trimurti ,yaitu Siwa, Brahma, dan Wisnu yang diwujudkan dalam bentuk arca. Dari kemiripan ini, tidak mengherankan jika masyarakat prasejarah begitu mudah menerima sistem yang baru dalam kehidupan mereka. Namun, sangatlah gegabah kiranya jikalau kita terlalu cepat menarik kesimpulan betapa mudahnya orang-orang India menanamkan pahamnya kepada mereka. Tentu saja banyak sekali kesulitan yang dihadapi terutama sekali dalam hal bahasa penyampaian.
Kreatifitas
Sebagai sebuah bangsa yang kaya akan nilai-nilai tradisional, akan sangat ironis tatkala nilai-nilai tersebut hilang begitu saja diterkam budaya-budaya luar yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Begitu banyaknya warisan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia, baik absrak ataupun konkret, yang dapat membangkitkan semangat persatuan bangsa ditengah-tengah kemajemukan budaya bangsa. Sebuah pertunjukan spektakuler yang ditampilkan pada saat puncak peringatan 100 tahun Indonesia Bangkit, dapat dijadikan sebagai momentum yang tepat untuk menunjukkan bahwa Indonesia berbeda dengan negara-negara lain yaitu didukung oleh ribuan hasil budaya bangsa.
Harus diakui bahwa masyarakat Indonesia pada masa lampau ialah orang-orang yang kreatif terutama dalam mengelola arus globalisasi masa lalu. Serangan budaya asing yang mendera mereka begitu kuat, sehingga diperlukan sebuah saringan yang mampu mengontrol kebudayaan baru itu. Saringan itu adalah kreatifitas. Dengan adanya kreatifitas, manusia dapat mempertahankan hidup contohnya dalam beradaptasi dengan lingkungan baik fisik maupun budaya. Bangsa Indonesia harus bangga memiliki nenek moyang yang kreatif yaitu kreatif dalam segala hal khususnya dalam memadukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda sehingga terciptalah sebuah bentuk budaya yang baru yang dapat diterima masyarakat luas.
Salah satu contoh budaya materi hasil karya nenek moyang adalah bangunan punden berundak sebagai representasi upacara pemujaan kepada arwah nenek moyang. Bangunan ini banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia, contohnya adalah Lebak Sibedug yang ada di Kabupaten Lebak, Pugungraharjo Lampung, dan sebagainya. Para ahli menyepakati bahwa bangunan ini adalah sebagai cikal bakal dari bangunan candi, ambil saja contoh Candi Borobudur. Hal inilah yang memberikan nilai lebih kepada candi-candi yang ada di Indonesia karena ternyata sangat berbeda dengan pakem aslinya yang ada di India. Di Indonesia, candi yang memiliki arsitektur hampir sama dengan gaya di India hanya terdapat di kompleks percandian Dieng Wonosobo, sedangkan lainnya adalah hasil kreatifitas masyarakat Indonesia.
Local wisdoms
Sebaris kalimat pembuka di atas bagi saya adalah hal yang patut ditanamkan pada benak anak-anak Indonesia yang notabene sebagai generasi penerus bangsa. Ketika nilai-nilai luhur budaya bangsa mulai terkikis dan bahkan suatu saat akan hilang, maka bangsa ini telah kehilangan identitas aslinya. Walaupun pada kenyataannya kita tidak boleh menafikan bahwa sebuah kebudayaan pasti akan mengalami perubahan seperti halnya yang terjadi pada masa lalu. Namun, yang paling penting adalah apa yang dapat kita ambil pelajaran dari masa lalu untuk menapak masa depan yang lebih baik. Satu hal yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia ialah bahwa nenek moyang telah mewariskan kepada kita ratusan bahkan ribuan kearifan local masyarakat masa lalu, baik dalam bidang hukum, budaya, sosial, ekonomi, religi, dan lainnya.
Ketika beberapa waktu yang lalu bangsa Indonesia dihebohkan oleh pertikaian yang berbau SARA di beberapa daerah yang harus mengorbankan banyak nyawa, seharusnya kita malu jika dipaksa untuk membuka kembali buku catatan masa kebudayaan Hindu-Budha-Islam di Jawa Timur. Pada masa itu, agama yang berkembang di masyarakat ialah Hindu dan Budha sebagai agama mayor dan Islam sebagai agama minor. Keberadaan masyarakat muslim sudah mulai tampak pada masa ini. Jika kita mengunjungi salah satu situs makam di Troloyo, Mojokerto, Jawa Timur, kita serasa menggunakan mesin waktu kembali ke abad XV, dimana kerajaan Majapahit berhasil menyatukan wilayah nusantara. Kita dapat membayangkan betapa indahnya hidup pada masa itu, hidup di dalam sebuah masyarakat yang menunjung tinggi toleransi beragama.
Di area situs tersebut terdapat dua buah kompleks makam yang bernama Makam Syekh Jumadil Qubro dan Makam Tujuh. Makam yang pertama keadaannya sudah kacau balau karena pemanfaatan yang sangat bertentangan dengan pelestarian. Semuanya sudah berhiaskan keramik putih. Sedangkan makam yang kedua keadaanya masih asli karena belum terjamah orang yang tidak bertanggung jawab (mudah-mudahan jangan sampai). Hal yang menarik dari keberadaan Makam Tujuh ini adalah adanya inskripsi / tulisan pada kedua sisi nisan. Pada nisan sisi dalam, terdapat ukiran berbentuk logo kerajaan milik Hayam Wuruk yaitu Surya Majapahit. Di tengah-tengah logo tersebut terdapat angka tahun dalam aksara Jawa Kuna. Sedangkan di sisi luar, terdapat kaligrafi Islam yang berbunyi lailahailallah (maksud tulisan semula) namun terdapat kekurangan satu huruf sehingga tidak berbunyi sebagaimana mestinya.
Data di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa pada masa itu toleransi beragama memang dipegang sangat kuat. Agama Islam sebagai agama minor pada masa itu diberikan tempat tersendiri di dalam masyarakat sehingga mereka dapat hidup secara rukun. Contoh yang sampai saat ini masih berlangsung dapat kita jumpai di Pulau Sakenan, Bali, dimana komunitas masyarakatnya terdiri dari dua agama yakni Hindu dan Islam. Yang menarik adalah bahwa ketika salah satu kelompok agama tersebut mempunyai hajatan misalnya bersih pura, maka orang-orang yang beragama Islam akan dengan senang hati membantunya, begitu pula sebaliknya.
Dari uraian tersebut di atas kita dapat memikirkan kembali kondisi bangsa Indonesia yang notabene kaya akan kemajemukan budaya namun pada sisi yang lain sangat rawan terhadap konflik. Jika kita baca lagi sebaris kalimat pembuka di atas, maka apa yang disampaikan oleh pelajar SD itu patut kita renungkan kembali. Pesan utama yang ingin disampaikan oleh anak tersebut ialah bahwa nenek moyang kita telah mewariskan betapa indahnya nilai-nilai local wisdoms masa lalu. Apa yang telah ditinggalkan oleh para pendahulu bangsa beberapa abad silam sangatlah masih rasional untuk kita ambil pelajaran pada masa kini karena pada dasarnya peristiwa-peristiwa masa lalu pasti akan terjadi lagi pada masa kini, sehingga kita dapat mengambil pelajaran untuk menapak masa depan yang lebih baik.

(pernah dimuat di harian Fajar Banten)
Selengkapnya...

Senin, 05 Juli 2010

Mengejar Sampai Stuttgart


Stuttgart, Oktober 2000. Nunus Supardi, mantan Direktur Purbakala, masih ingat bagaimana warga kota itu begitu antusias menyambut pelelangan harta karun dari Indonesia. Ribuan porselen antik dari kapal Cina Dinasti Qing (Mancuria) bernama Tek Sing yang karam pada 1822 di Selat Gelasa, antara Bangka dan Belitung, dilego kepada masyarakat luas.

Berbulan-bulan sebelum acara, masyarakat Stuttgart sudah diajak berimajinasi. Sebuah replika besar kapal Tek Sing dibuat dan dipasang di tengah keramaian Stasiun Stuttgart. Der Spiegel, majalah Jerman ternama, "memanaskan" suasana dengan menyebut Tek Sing "Titanic abad ke-19".

"Kami datang dari Jakarta. Bersama saya, ada Dr Syafri Burhanudin dari Departemen Kelautan; Pak Beny Mamoto dari kepolisian; dan Ibu Widiati, ahli keramik Kementerian Kebudayaan."

Mereka adalah tim pemburu yang dikirim negara. Awalnya, menurut Nunus, adalah surat dari KBRI Australia ke Departemen Luar Negeri yang diteruskan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Surat itu berisi laporan Australian Federal Police, yang menyatakan ada 43 kontainer berisi porselen antik Cina dari perairan Belitung yang masuk ke Pelabuhan Adelaide, tanpa surat izin pemerintah Indonesia.

Pemerintah bergerak cepat. Insting pemerintah waktu itu: Michael Hatcher-"perompak harta karun"-beraksi lagi. Pada 1985-1986, Hatcher menjarah isi perut kapal Geldermalsen milik VOC yang tenggelam di Karang Heluputan, Tanjung Pinang, pada 1750. Ia mendapatkan 126 batangan emas lantakan serta 160 ribu keramik Dinasti Ming (1368-1644) dan Qing (1644-1911). Pada 1986, barang itu dilepas di Balai Lelang Christie, Amsterdam, dan jumlah yang didapat sampai 17 juta euro. Pemerintah Indonesia sama sekali tidak kebagian jatah.

Pemerintah tidak mau kecolongan untuk kedua kalinya. Wakil pemerintah segera terbang ke Adelaide, sayang di sana 37 kontainer telah dikirim ke Jerman. Pemerintah mendapat kabar bahwa di Stuttgart, keramik-keramik itu bakal dilelang oleh Balai Lelang Nagel. Pemerintah mengabari Balai Lelang Nagel bahwa barang-barang itu ilegal.

Mendengar lelang bisa gagal, pihak Hatcher berusaha melobi pemerintah Indonesia. Hatcher mengirim ahli hukumnya, Peter Church, ke Jakarta. "Kami berdebat sengit dengan Peter Church," kata Nunus. Meskipun demikian, lelang tak bisa digagalkan karena pemerintah Stuttgart telah telanjur berpromosi besar-besaran. Akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus diberi jatah. Disepakati pembagian uang 50-50 persen dari barang yang laku dilelang. Dan 1.500 porselen terbagus bisa dibawa pulang.

"Persoalannya, porselen dan keramik sudah masuk katalog dan sudah terbuka untuk dibeli publik," kata Nunus. Sebagai konsekuensinya, tim Indonesia tidak bisa begitu saja mengambil porselen yang diminati, tapi harus ikut menjadi peserta lelang.

Nunus ingat bagaimana ia dan anggota tim lainnya terpaksa menjadi bidder. Lelang itu diadakan di Jalan Rosensteinstr. Waktu itu musim dingin. Di sebuah tanah lapang didirikan tenda superbesar. Setiap keramik secara visual dipresentasikan dengan menarik di dua layar raksasa. Porselen itu dilelang per satuan atau per jenis, bukan gelondongan. Para pembeli tidak diharuskan menaruh uang jaminan. Menurut Nunus, masyarakat Stuttgart begitu antusias bersaing memilih barang yang ditawarkan, mulai cepuk, mangkuk, tungku, teko, pasu, vas, tempat lilin, sendok, cangkir, tempayan, tempat jahe yang rata-rata berglasir biru-putih dengan berbagai motif bunga: magnolia, lotus, dan daun bambu, sampai patung kilin singa dari granit.

"Lelang berlangsung dua minggu dari pukul 9 pagi sampai pukul 2 pagi. Peminat bisa mem-bid melalui Internet dan telepon," kata Nunus. Katalog lelang tebal sekali: 1.020 halaman. Di situ sekitar 16.100 barang diberi deskripsi dalam bahasa Jerman dan Inggris.

l l l

Yang juga membuat masyarakat Stuttgart bergairah menghadiri lelang adalah adanya informasi sejarah yang lengkap tentang asal-usul karamnya Tek Sing. Untuk keperluan lelang, Michael Hatcher dan sejarawan Nigel Pickford, misalnya, menerbitkan buku khusus tentang Tek Sing.

Pada 14 Januari 1822-diungkapkan Hatcher-kapal Tek Sing berangkat dari Pelabuhan Kota Amoy, Cina (kini bernama Hsmien), ke Batavia. Kapal itu penuh porselen. Sasaran pembeli mereka adalah bangsawan Jawa atau pedagang Inggris, Swedia, dan Prancis di Batavia. Kapal itu juga memuat 1.600 penumpang asal Fujian yang ingin bekerja di perkebunan gula di Jawa. Masyarakat Fujian dikenal miskin dan tidak sepenuhnya loyal kepada Dinasti Mancuria yang berkuasa sejak 1644. Mereka lebih condong kepada dinasti sebelumnya, Dinasti Ming. Tujuan mereka ke Jawa juga karena di Jawa banyak komunitas Cina yang memegang teguh tradisi Ming dan akan membantu mereka.

Hatcher menulis bukunya berdasarkan catatan saksi mata kapten Inggris bernama James Pearl yang menyelamatkan awak Tek Sing. James Pearl adalah pedagang opium. Dari Kolkata, India, pada 1822, ia memimpin kapal bernama Indiana membawa opium yang hendak dijual ke Batavia. Ia berhenti di Teluk Bayur, Padang. Melewati Padang, ia melihat burung albatross beterbangan. Memasuki Selat Sunda, ia sempat menikam hiu-hiu. Memasuki perairan Selat Gaspar (dekat Pulau Gelasa) antara Bangka dan Belitung, ia terkejut karena ia menyaksikan pecahan-pecahan peti, bambu, payung mengambang, dan orang-orang Cina telanjang di sana-sini dalam kondisi mengenaskan mengapung di laut.

Sekitar 95 orang bisa diselamatkan Kapten James Pearl. Salah satunya bernama Baba Chy. Ia adalah anak seorang pedagang Cina kaya di Batavia. Dari keterangannya itulah bisa diperoleh informasi ribuan pelarian dari Fujian di kapal itu membawa istri dan anak-anak yang masih kecil, dan juga harta benda.

Nunus ingat bagaimana tim Indonesia sadar bahwa mereka akan bersaing keras dengan warga Stuttgart yang tertarik membeli karena unsur tragedi itu. Yang kebagian menentukan adalah arkeolog Widiati. Ia ditugasi menyeleksi barang mana yang paling bagus dari tiap jenis yang dilelang. Widiati ingat tiap malam ia tidak bisa tidur. "Saya belajar terus untuk besok," dia mengenang. Benar, saat lelang, tim Indonesia berjuang keras agar barang-barang porselen terbaik tidak jatuh ke tangan pembeli lain. "Kami terus mengacung, untuk mendapatkan barang yang dipilih sampai enggak ada yang nawar," kata Nunus.

Menurut Widiati, sesungguhnya piring, teko, tempat pembakaran dupa, dan keramik di lelang Stuttgart itu banyak beredar di pasar umum. Namun, karena di baliknya ada kisah yang dramatis, harganya menjadi istimewa. Beberapa guci, vas, dan gentong yang dilelang malah dibiarkan tetap tertempeli binatang mati dan koral-koral. Juga beberapa piring yang rekat karena karang atau piring beserta isinya yang sudah membatu ada yang tetap tidak dibersihkan. "Ini justru unik, menandakan cara memperolehnya dari dasar laut, bukan dari warisan," ujar Widiati, yang sekarang Kepala Subdirektorat Pengendalian Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.

Apakah semua porselen yang terbaik bisa dibawa balik ke Indonesia? Mungkin juga tidak. Sebab, kata Pascal Kainic-seorang Prancis, konsultan pengangkatan harta karun kapal karam yang malang-melintang puluhan tahun di perairan Indonesia-lelang Stuttgart sesungguhnya sudah bocor terlebih dulu. "Saya hadir di lelang Stuttgart itu dan bertemu dengan kolega Michael Hatcher." Pascal bercerita, ia mendapatkan informasi bahwa yang dilelang sesungguhnya adalah barang sisa-sisa. "Yang baik-baik telah dijual Hatcher sendiri ke kolektor. Bahkan saya dengar Hatcher sengaja memecah beberapa keramik yang sebenarnya untuk dilelang agar harga keramik yang dijualnya sendiri itu makin tinggi."

Benar atau tidak informasi Pascal, lelang di Stuttgart itu membuktikan bahwa barang kapal karam di perairan Indonesia memukau publik Eropa. Uang pembagian lelang Stuttgart sendiri, menurut Widiati, sekitar 2 juta mark Jerman. "Itu para atasan yang tahu," katanya. Menurut Nunus, tugas tim Stuttgart hanya membawa pulang porselen pilihan. "Setelah kami pulang, mereka mentransfer uang itu ke Departemen Kelautan."

majalah tempo
Selengkapnya...

Skema Penetapan Status BMKT


Selengkapnya...

Peran Ditjen Kekayaan Negara Dalam Penanganan BMKT


Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.06/2009 (“PMK 184”) tentang “Tata Cara Penetapan Status Penggunaan dan Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT)” tertanggal 16-11-2009, maka Menteri Keuangan cq Dirjen Kekayaan Negara telah mempunyai mekanisme baku dalam rangka langkah lanjut penanganan BMKT.

Sebagaimana diketahui bahwa BMKT (treasure-laden shipwrecks) adalah salah satu bentuk Benda Cagar Budaya (BCB) yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun. Adapun penegertian BCB sesuai UU No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (”UU BCB”) adalah ”benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang- kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan”.

Pada prinsipnya BCB merupakan barang yang dikuasai negara (Pasal 4 ayat (1) UU No.5/1992), sehingga BMKT merupakan aset yang dikuasai negara. Namun, BCB yang karena nilai, sifat, jumlah, dan jenisnya serta demi kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan perlu dilestarikan, dinyatakan milik negara (Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1992).

Mengingat kompleksitas dalam rangka pengelolaan BMKT mulai dari ijin survei, ijin pengangkatan, pemilihan koleksi negara, penjualan selain koleksi negara, sampai dengan sertifikasi dan pemindahtanganan BMKT baik ke pembeli dalam negeri atau ke luar wilayah RI jika dimiliki oleh pihak asing, maka diperlukan suatu panitia interdepartemental yang dikenal dengan PANNAS BMKT. PANNAS BMKT adalah kepanjangan dari Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT yang diketuai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Adapun Dirjen Kekayaan Negara merupakan salah satu anggota PANNAS BMKT. Dasar hukum pembentukan PANNAS BMKT adalah Keputusan Presiden No.19 Tahun 2007 tentang ”Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam”, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No.12 Tahun 2009.



B. CAKUPAN PMK 184

Maksud dan tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan dimaksud adalah untuk mewujudkan kepastian hukum dalam penetapan status penggunaan dan penjualan BMKT secara tertib, terarah, dan akuntabel untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Ruang lingkup pengaturan dalam PMK 184 adalah “BMKT berstatus BMN” dan “BMKT berstatus selain BMN”.

Sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya bahwa sesuai UU BCB maka BMKT dengan kriteria tertentu harus dimiliki negara. Kriteria tertentu tersebut ditentukan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Dengan demikian, atas BMKT yang telah diangkat dari laut, Depbudpar segera melakukan seleksi untuk dijadikan koleksi negara sebagai BMN. BMKT yang ditetapkan sebagai BMN diistilahkan dalam PMK 184 sebagai “BMKT berstatus BMN”. Sedangkan BMKT lainnya dikategorikan sebagai “BMKT berstatus selain BMN” yang dapat dijual untuk meningkatkan penerimaan negara.



C. KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN

Dikarenakan penanganan BMKT memperhatikan tugas dan fungsi dari masing-masing Departemen terkait, maka kewenangan yang berbeda dimaksud harus diakomodasi dalam PMK 184, yang di sisi lain ditujukan untuk mendukung upaya checks-and-balances. Dengan kata lain bahwa Menteri Keuangan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dan Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan penanganan hasil pengangkatan BMKT sesuai porsinya masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam hal-hal tertentu dapat berkoordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga lainnya, PANNAS BMKT, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak terkait lainnya yang diperlukan.

Dalam rangka penanganan hasil pengangkatan BMKT, Menteri Keuangan memiliki kewenangan yang secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai berikut:

(1) Menetapkan status penggunaan BMKT berstatus BMN;

(2) Memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan BMKT berstatus BMN non koleksi negara;

(3) Memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan BMKT berstatus selain BMN.




Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan bahwa terdapat beberapa BMKT hasil pengangkatan yang siap untuk ditindaklanjuti, a.l.:

No Lokasi Pengangkatan BMKT
1 Perairan Cirebon
2 Perairan Kepri
3 Perairan Kab. Jepara
4 Perairan Karang Cina
5 Perairan Pulau Buaya
6 Perairan Kepulauan Seribu
7 Perairan Subang
8 Perairan Karawang
9 Perairan Belitung Timur

D. TATA CARA PENETAPAN STATUS PENGGUNAAN

Setelah BMKT dipilih untuk koleksi negara oleh Depbudpar, selanjutnya BMKT dimaksud ditetapkan sebagai BMKT Koleksi Negara (“BMKT berstatus BMN”) oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. BMKT berstatus BMN harus diusulkan kepada Menteri Keuangan dalam rangka untuk diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang “Penetapan Status Penggunaan BMKT berstatus BMN kepada Depbudpar”.

Sebagaimana dimaklumi bahwa berdasarkan PP No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, maka Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang Milik Negara. Dalam hal BMKT sebagai Koleksi Negara (“BMKT berstatus BMN”), maka Pengguna Barangnya adalah Menbudpar dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sesuai Pasal 5 UU BCB.



E. TATA CARA PENJUALAN

Dalam ketentuan PMK 184 ditegaskan bahwa BMKT berstatus BMN yang ditetapkan sebagai koleksi negara tidak dapat dilakukan penjualan. Jadi hanya “BMKT berstatus BMN non koleksi negara” dan “BMKT berstatus selain BMN” yang dapat diberikan persetujuan pelaksanaan penjualan oleh Menteri Keuangan berdasarkan permohonan dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Untuk menjamin percepatan persetujuan penjualan, diatur bahwa persetujuan dari Menteri Keuangan dalam bentuk Surat Keputusan harus terbit paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara lengkap. Adapun tanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan data dan dokumen yang menjadi dasar pemberian persetujuan penjualan tetap berada pada pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan data dan dokumen tersebut (dhi. Departemen Kelautan, PANNAS BMKT, dan pihak-pihak lainnya).

Pada prinsipnya, penjualan BMKT berstatus selain BMN harus dilakukan secara lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atas permohonan Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua PANNAS BMKT. Hasil penjualan lelang BMKT setelah dipungut bea lelang, diserahkan kepada pemohon lelang. Hasil penjualan BMKT yang diserahkan kepada pemohon lelang tersebut, untuk bagian Pemerintah wajib disetorkan ke Kas Negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Mengingat BMKT ini merupakan aset yang tidak jauh berbeda dengan aset pada umumnya dimana terdapat kemungkinan tidak laku dijual, maka PMK 184 memberi peluang untuk dilakukan cara penjualan tidak melalui lelang KPKNL. Penjualan dengan cara non lelang dilakukan jika setelah dilakukan 3 (tiga) kali pelelangan melalui KPKNL, BMKT tidak terjual, sehingga Menteri Kelautan dan Perikanan dapat:

a. melakukan penjualan secara lelang melalui balai lelang swasta/internasional; atau

b. melakukan penjualan dengan cara lain.

Setelah pelaksanaan penjualan BMKT, termasuk pembagian hasil penjualan dan penyetoran ke Kas Negara, harus dilaporkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua PANNAS BMKT kepada Menteri Keuangan.




Selengkapnya...

Dari Gudang Menanti Lelang


Pintu baja berukuran 1 x 2 meter itu ketebalannya 20 sentimeter. Mirip pintu brankas besar. Membukanya sangat sulit. Terlihat ada dua tombol besar. Tombol itu memiliki kombinasi angka. Mula-mula harus digunakan dua kunci agar bisa memutar dua tombol tersebut. Bila kode tombol yang diputar cocok, diperlukan satu kunci lagi dengan panjang 15 sentimeter. Barulah pintu brankas bisa dibuka. Tapi itu pun Anda belum langsung bisa masuk, masih ada pintu berjeruji besi.

Itulah pintu gudang penyimpanan porselen yang dibangun Budi Prakoso, pemilik PT Tuban Oceanic Research & Recovery di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat. "Pintu baja itu beratnya 800 kilogram," kata Benny, orang kepercayaan Budi yang memegang kunci gudang.

Begitu pintu terbentang dan lampu diterangkan, kita melihat sebuah ruang besar sekitar 800 meter dengan rak-rak. Udara sejuk terasa disetel dengan temperatur khusus. Di situlah sejak sembilan tahun lalu disimpan sekitar 31 ribu keramik Dinasti Yuan hasil pengangkatan Budi dari Karang Cina, perairan sekitar Selat Karimata.

Kita melihat di 80 rak susun besi dengan tinggi 3 meter dipajang rapi guci kecil sampai besar, buli-buli, mangkuk, piring, tempat bedak, celadon, cepuk tempat saus, perhiasan, atau bedak. Di antara rak ada lorong-lorong panjang. "Saya mengangkatnya selama enam bulan dengan 12 penyelam," kata Budi. Di gudang ini juga dititipkan 14 ribuan keramik dari perairan Blanakan yang diangkat PT Lautan Mas Bakti Persada pada 1999.

Tak sembarang orang diperbolehkan melihat koleksi harta karun itu. Gudang terletak di bagian belakang kawasan rumah seluas 6 hektare milik Budi. Tembok kawat berduri mengelilinginya, dengan kamar penjaga. Terasa gudang itu memenuhi standar konservasi internasional, jauh lebih representatif daripada gudang kandang kuda Pamulang, Banten, tempat menyimpan harta dari Cirebon. Gudang di Pamulang terkesan darurat.

Budi melengkapi gudangnya dengan laboratorium. Di laboratorium ini terdapat dua bak porselen putih berukuran 7 x 15 dan 8 x 15 meter untuk proses desalinasi. Juga terdapat meja menggambar dan memotret keramik yang sudah dibersihkan.

Budi mengaku mengeluarkan sekitar Rp 2 miliar untuk membangun gudang tersebut. "Saya terobsesi memiliki gudang karena barang saya pernah tidak jelas," katanya. Pada 1994 ia mengangkat keramik di perairan Tuban, Jawa Timur. Namun, karena lelang tak kunjung disahkan pemerintah, ia menyerahkan ke Panitia Nasional. Ia tak tahu bagaimana kondisi keramik temuannya. "Saya tak tahu apakah oleh pemerintah dirawat atau tidak," katanya.

Direktur Peninggalan Bawah Air Surya Helmi mengatakan, Panitia Nasional sebenarnya memiliki gudang besar di Cileungsi, Bogor. Bahkan, Surya menyatakan gudang itu sanggup menyimpan kapal karam. "Tapi aturan penggunaannya belum jelas, sehingga perusahaan tak mau menyimpan di sana," ujarnya.

Mendengar pada 2009 pemerintah mengesahkan lelang, harapan Budi untuk menjual barang temuannya timbul lagi. "Saya sudah menunggu sejak tujuh tahun lalu. Saya sangat dirugikan," kata Budi.

Nasib menunggu lelang juga dialami sejumlah perusahaan pengangkut harta karun. Harta Pulau Buaya, Kepulauan Riau, yang diangkut Tommy Soeharto melalui PT Muara Wisesa Samudera, misalnya, lama tersimpan di Sentul, Bogor. Begitu juga dengan harta laut di Karang Heluputan dan Teluk Sumpat, Kepulauan Riau, serta dari perairan Laut Jawa di utara Jepara yang diangkat PT Adikencana Salvage, kini disimpan di Kota Bintan dan Jepara. Direktur Utama Adikencana Omar Fazni mengaku sudah dua tahun lebih menunggu kejelasan lelang dari pemerintah. "Sekarang sudah mendesak sekali dilelang. Sangat jarang pengusaha bisa menunggu selama itu," katanya.

Pemburu harta asal Jerman, Fred Dooberphul, juga masih menyimpan koin-koin Spanyol dari perairan Belitung dan keramik Five Dynasties yang diangkatnya dari Karawang, di kantornya di Jalan Lodan, Jakarta. "Kalau yang Cirebon sudah dilelang, yang lainnya harus ikut dilelang segera," ujarnya.

Nyatanya, pemerintah menghentikan lelang harta karun Cirebon. Lelang-lelang lain dikhawatirkan tak terjadi. Ini membuat para pengusaha itu berkerut kening. "Pemerintah bisa disomasi. Kegagalan pemerintah karena lelangnya tak profesional. Pemerintah seharusnya menggandeng Sotheby 's atau Christie's," kata Budi Prakoso.

majalah tempo, Pramono, Seno Joko Suyono
Selengkapnya...

Balada Lelang Lima Menit


Karena tak ada penawar, lelang saya nyatakan ditutup." Tok, tok, tok! Palu diketuk keras oleh pejabat lelang Iraningsih.

Itulah antiklimaks suasana lelang harta karun abad ke-10 dari perairan Laut Jawa di wilayah Cirebon. Lelang di ballroom Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 5 Mei lalu itu hanya berlangsung lima menit.

Lelang itu sama sekali tak dihadiri kolektor keramik. Kursi calon pembeli kosong. Kebanyakan hanya wartawan yang datang. "You see," kata Luc Heymans seraya tersenyum kecut. Pria asal Belgia ini adalah Direktur Cosmix Underwater Research Ltd., perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mengangkat barang-barang kapal karam Cirebon itu.

Adi Agung, Direktur Utama PT Paradigma Putra Sejahtera, yang menjadi mitra Cosmix, masih berusaha menghibur diri. "Meski gagal, saya bangga karena telah menempuh cara yang legal. Saya masih optimistis lelang kedua, dan ketiga, ada pembeli. Dan harganya tak turun."

Tapi harapan Adi itu mungkin tinggal harapan. Minggu ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan kebudayaan, UNESCO, menyatakan pemerintah akhirnya membatalkan penjualan artefak itu. Kemungkinan besar tak ada lagi lelang jilid kedua, apalagi ketiga. "Profit tidak lagi menjadi tujuan utama kita," kata Fadel, yang sebelumnya menggebu-gebu soal lelang.

l l l

Perubahan sikap Fadel itu membingungkan Adi Agung. "Lelang ini saya tunggu lebih dari enam tahun," kata lelaki yang selalu berpenampilan klimis itu. Lelang harta Cirebon, menurut dia, adalah peristiwa bersejarah. Pemerintah berani membuat keputusan penting untuk menertibkan penjarahan benda-benda kapal karam di perairan Indonesia yang marak.

Selama ini, menurut Adi, pengangkatan harta karun adalah bisnis yang kejam. "Tidak ada peraturan tegas. Wilayahnya abu-abu," kata lelaki yang sehari-hari berbisnis penyewaan kapal itu. Banyak pemain melakukan pengangkatan tanpa izin atau dengan izin palsu. "Semua memiliki beking masing-masing." Akibatnya, pemerintah sering kecolongan. Penyelam kawakan Michael Hatcher, misalnya, mampu menggondol emas lantakan bangkai kapal Geldermalsen di perairan Heluputan, Tanjung Pinang, Riau. Juga pemburu lain seperti Tilman Walterfang, yang membawa harta dari kapal karam Dinasti Tang di perairan batu Hitam, Belitung Timur.

Kita ingat, "hitamnya dunia kapal karam" itu juga pernah memakan korban arkeolog muda Indonesia, Santoso Pribadi. Pada Agustus 1986, Santoso yang akrab dipanggil Ucok itu menjadi bagian tim peneliti penyelam yang dibentuk negara untuk menyurvei perairan Heluputan, Riau. Tim ini dibentuk setelah kasus Hatcher mencuat. Lulusan Arkeologi Universitas Indonesia ini menyelam. Ia menemukan keramik, lalu menyelam lagi, tapi tak muncul-muncul. Ada spekulasi ia dibunuh.

"Maka lelang itu perlu, karena lelang tempat menjual artefak yang diangkat dengan jalur resmi. Di luar lelang berarti melanggar hukum," kata Adi Agung.

Adi menjelaskan, titik Cirebon diperolehnya dari nelayan pada 2003. "Titik itu sesungguhnya sudah diketahui nelayan sejak 2001. Saya tidak mengingkari ada kemungkinan nelayan awalnya sudah mengambil secara ilegal," katanya. Dia memperoleh izin pengangkatan dari Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam pada 2003. Sekitar 30 penyelam asing dan lokal dilibatkannya dari akhir April 2004 hingga awal Oktober 2005.

Proses sempat tersendat karena Adi dilaporkan mempekerjakan tenaga asing. "Itu komplain kompetitor," katanya. Adi kemudian bisa membuktikan tak menabrak aturan hukum. Adi menjamin pengangkatan yang ia lakukan berlangsung ilmiah dan sesuai dengan prosedur. "Di kapal, semua temuan diberi label (tanggal diangkat dan grid lokasi). Kemudian, saat harta karun dibawa dari Cirebon ke Jakarta, dikawal anggota TNI Angkatan Laut dan pengawas dari pemerintah."

Harta itu disimpannya di area pacuan kuda Pamulang, Tangerang, milik Letnan Jenderal Suharjono. Sebanyak enam bangunan kandang kuda yang disewanya US$ 15 ribu setahun ia sulap menjadi ruangan penyimpanan. Di sana dilakukan proses desalinasi. Seluruh artefak direndam di kolam-kolam buatan. Setelah kadar garamnya dinyatakan nol, dilakukan klasifikasi melibatkan pakar keramik konsultan pemerintah, arkeolog Profesor Naniek Harkatiningsih.

Harta dari kapal karam yang diduga dibawa kapal Sriwijaya itu beraneka ragam. Ada ribuan keramik Cina dari zaman Five Dynasties (907-960). Ada cermin abad ke-10 yang kembarannya hanya ada separuh di Museum Sichia Cina. Ada batu-batu kristal, gelas berukirkan huruf Arab Kufi, pecahan rubi yang diperkirakan dari Dinasti Fatimiyah, patung kecil manusia berkepala anjing, peralatan upacara agama Buddha, dan cepuk-cepuk berisi candu.

"Yang terbaik kami ambil untuk koleksi negara, di Museum Samudraraksa, Magelang, Jawa Tengah, dan Museum Nasional," kata Surya Helmi, Direktur Peninggalan Bawah Air Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Di kapal itu, misalnya, ditemukan sepasang gagang golok emas. "Satu kami serahkan ke negara," ujar Adi. Helmi percaya, selama di gudang, tak ada kebocoran. "Untuk membuka gudang harus dengan tiga kunci. Satu kunci di tangan Kementerian Budaya, kunci lain di Departemen Kelautan dan Pak Adi."

Mengapa benda-benda itu baru bisa dilelang pada 2010? Itu karena Menteri Keuangan Sri Mulyani baru meneken aturan tentang tata cara lelang hasil pengangkatan kapal tenggelam pada Desember 2009.

l l l

Adi Agung mengakui yang memberatkan calon pembeli lelang adalah prasyarat menaruh deposito Rp 154 miliar. "Itu peraturan Menteri Keuangan," katanya. Menteri Keuangan menetapkan peserta lelang harus mendepositkan uang 20 persen dari harga yang ditawarkan. Pemerintah menjual seluruh temuan Cirebon dengan harga dasar US$ 80 juta atau sekitar Rp 720 miliar.

Meski gagal di lelang pertama, Adi optimistis lelang kedua, atau ketiga, bisa meraih pembeli. "Pemerintah Singapura berencana membuat museum khusus arkeologi bawah air. Mereka sudah punya koleksi keramik Dinasti Tang (618-907) yang dibeli adik ipar Lee Kuan Yew dari jarahan Tilman di perairan Batu Hitam." Adi memperkirakan mereka mau membeli keramik dari Five Dynasties karena dengan begitu akan bisa memiliki seri koleksi dinasti secara berurutan. "Museum Cina dan Taiwan juga tengah hunting."

Namun Amir Sidharta, pemilik Balai Lelang Sidharta, menyatakan ketentuan mengenai jaminan deposit itu bila tak direvisi akan tetap membuat lelang gagal. Boedi Mranata, Ketua Himpunan Keramik Indonesia, sependapat. "Tidak lazim di lelang barang seni harus menyetor uang muka dulu. Lelang harta karun Cirebon tak bisa disamakan dengan lelang proyek," katanya.

Di mata Boedi, lelang pada 5 Mei lalu adalah lelang dagelan. Menurut dia, sekitar sebulan sebelum lelang digelar, panitia seharusnya mengirimkan katalog kepada calon peserta yang berpotensi membeli. Panitia juga biasanya akan intensif menghubungi calon peserta lewat telepon atau surat elektronik. Tapi semua itu tak dilakukan. "Promosi juga sama sekali tak ada," kata George Gunawan, Ketua Asosiasi Balai Lelang Indonesia.

Setelah itu, seharusnya ada masa preview, setiap calon peserta bisa bebas melihat-lihat benda yang akan dilelang. "Calon peserta biasanya membawa ahlinya sendiri-sendiri untuk menilai benda-benda itu," kata Boedi. Namun, untuk lelang Cirebon ini, gudang Pamulang tertutup bagi yang tidak membayar deposit. "Bagaimana bisa berminat bila tidak melihat barangnya terlebih dahulu?" komentar Sugiharto Budiman, kolektor keramik dari Surabaya.

Selain soal harga, Boedi menyoroti model lelang satu lot atau satu paket keseluruhan. Menurut dia, sampai sekarang belum pernah ada barang-barang dari kapal karam yang dilelang gelondongan. Semuanya dilelang per item atau per pieces. "Satu pieces bisa berisi puluhan barang jenis yang sama." Boedi juga mempertanyakan harga limit lelang yang dinilai terlalu tinggi.

Tapi, sebagai konsultan pemerintah yang turut menilai harga, arkeolog Naniek Harkatiningsih tak sependapat. Menurut dia, dari kacamata arkeologis, harga itu masih terlalu rendah. "Barang Five Dynasties itu langka. Dinasti itu periodenya pendek (907-960 Masehi). Barangnya tidak banyak ditemukan. Harga pembandingnya tidak ada," katanya.

Menurut Naniek, Five Dynasties adalah dinasti yang pertama kali memperkenalkan porselen berlapis glasir berwarna hijau. Umumnya keramik dinasti Tiongkok, seperti Yuan, Ming, dan Qing, berwarna dasar biru. Sedangkan keramik hijau, menurut peneliti utama di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional itu, dibuat pada masa Kerajaan Wu-Yue di Provinsi Zhejiang, Cina. Pada masa ini biasanya hanya dibuat barang-barang untuk tribute atau hadiah. "Cuma kita tidak tahu persisnya apakah barang-barang itu dibuat khusus bagi raja-raja atau masyarakat biasa," ujarnya.

Pada 2007, seusai seminar para ahli arkeologi Asia di Singapura, pernah Naniek mengajak beberapa arkeolog dari Cina bertandang ke gudang Pamulang. "Mereka sangat excited. Mereka bilang di museum-museum Cina sendiri tak ada. Maka sepantasnya lebih mahal," katanya.

Boedi Mranata mengakui, dari segi sejarah, keramik Five Dynasties memang langka. Tapi, menurut dia, di pasar lelang, barang Five Dynasties "belum panas" karena dari segi estetika masih kalah bagus dengan porselen dinasti lain. Saat ini, tutur Boedi, yang sedang menjadi primadona kolektor di dunia adalah keramik peninggalan Dinasti Ching (abad ke-17). "Apalagi kalau porselen itu ada stempel kerajaannya, pasti sangat mahal."

Lagi pula, Boedi menambahkan, harga barang-barang keramik dari laut tak pernah lebih tinggi daripada barang-barang dari darat. Harganya hanya sepertiga harga barang darat. Soalnya, barang laut itu biasanya kerepes atau menipis. "Barang-barang laut Cirebon itu, misalnya, glasirnya sudah memudar atau hilang," ujarnya.

Menurut Boedi, pemerintah mestinya mengikuti jejak Vietnam, yang sukses melelang ribuan porselen dari empat kapal yang karam di perairannya-Hoi An, Bin Thuan, Ca Mau, dan Vung Tau. Kapal-kapal itu dulu dalam perjalanan dari Cina ke Batavia. Meski nasionalismenya tinggi, pemerintah Vietnam menggaet investor asing dan menjual, lewawt balai lelang internasional seperti Sotheby's, Christie's, dan Butterfield & Butterfield yang memiliki database kolektor dunia.

"Barang-barang itu dijual per pieces, bukan satu paket. Lelang Butterfield, misalnya, berhasil banget. Keramik asal laut Vietnam menjadi sangat top. Mengapa kita tidak meniru jalan lain yang berhasil?" kata Boedi.

Kesalahan utama pemerintah, menurut Boedi, adalah tidak menjual secara benar. Boedi berpendapat, pemerintah bisa melakukan pelelangan ulang tapi dengan cara yang mematuhi standar lelang internasional. "Pemerintah bisa menggandeng Sotheby's atau Christie's ke Jakarta, dan di situ biarlah harga terbentuk secara obyektif," katanya.

l l l

Namun keinginan kolektor keramik itu tampaknya sulit terwujud. Pekan lalu, melalui Menteri Kelautan dan Perikanan, pemerintah telah menetapkan tidak melanjutkan lelang. Artefak-artefak itu bakal disimpan di museum maritim yang akan dibangun.

Saat ini, tutur Menteri Fadel, sedang dicari ide kreatif mencari uang untuk membangun museum yang tak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Fadel tampak mencari jalan dengan menemui Duta Besar Cina. Ia menawarkan kerja sama mendirikan museum, di Indonesia dan Cina. Namun tampaknya ini masih sebatas gagasan. Soalnya, Fadel belum bisa menjelaskan secara terperinci sumber dana yang digunakan. "Masih dikaji," ujarnya.

Pemerintah juga agaknya menaati nasihat UNESCO agar tetap membiarkan barang-barang kapal karam sebagai cagar budaya di bawah laut. Namun, bagi banyak kalangan, itu tidak menjamin barang tetap aman. "Saya yakin barang akan habis. Nelayan dan sindikat yang mengambil secara ilegal makin banyak," kata Boedi.

Juga dikhawatirkan, dengan tidak adanya lelang, banyak pemain besar akan kembali berani memilih pengangkatan dengan menyogok oknum pemerintah. Direktur Operasional Cosmix Luc Heymans sendiri mengeluh, untuk pengangkatan harta Cirebon, telah mengeluarkan US$ 10 juta atau sekitar Rp 92 miliar. "Padahal, kalau memakai jalur pintas, saya tak akan mengeluarkan uang sebanyak itu. Oleh teman-teman, saya disebut stupid investor," katanya seraya tertawa mengejek dirinya sendiri.

Menurut Luc, biaya yang besar itu juga disebabkan oleh proses perizinan di Indonesia yang rumit. Terlalu banyak instansi pemerintah yang terlibat. "Di Filipina, izin pengangkatan hanya dari museum nasional karena barang dianggap barang seni." Walhasil, menurut Luc, investasi pencari harta karun di Indonesia sangat tinggi dan belum tentu mendapat hasil. "Apalagi pemerintah Anda selalu tidak mau mengeluarkan biaya, nol."

Fadel sendiri mengatakan pengusaha yang secara resmi telah mengangkat barang muatan kapan tenggelam akan diberi ganti rugi. "Pemerintah akan bayar," ujarnya.

Tapi, sebagai catatan, selain PT Paradigma Putra Sejahtera dan Cosmix, masih ada perusahaan lain yang telah mengangkat barang dari sejumlah titik di laut Indonesia dan menyimpannya di gudang masing-masing. Salah satunya milik pengusaha Budi Prakoso dari PT Tuban Oceanic Research & Recovery. Di gudangnya, di Sawangan, ia menyimpan ribuan keramik Dinasti Yuan yang diangkatnya dari kapal tenggelam di perairan Karang Cina, Belitung, pada 2001. Ia telah mendaftarkan barang-barangnya masuk program lelang pemerintah.

Menurut Budi, seharusnya, setelah lelang barang Cosmix dan Paradigma Putra Sejahtera, tahun ini menyusul dilelang barang-barang temuannya. "Saya tunggu lelang ini selama tujuh tahun. Lelang harus tetap ada. Mekanisme lelang kemarin yang salah kaprah yang harus diganti."

Nurdin Kalim, Pramono, Ismi Wahid, SJS
Selengkapnya...

Pemburu Harta Alas Samudra


BAK menjaga kitab kuno, Andi Asmara memegang buku tebal mirip ensiklopedia itu berhati-hati. Ditulis dalam aksara Cina, buku sebesar laptop 14 inci itu memakai judul Inggris: The Atlas of Shipwrecks & Treasure. "Buku ini hanya dimiliki terbatas komunitas harta karun dunia," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Indonesia itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Dua lemari tiga meteran penuh buku terpajang di ruang kerja Andi. Sebagian besar perihal harta karun, berbahasa Cina. Lainnya majalah dan kliping koran. Ia lalu membuka The Atlas di atas meja, menunjuk peta Indonesia. Di situ ada puluhan kotak dan lingkaran warna-warni. "Ini tempat kapal terkubur, semua ada 863 titik," katanya. "Yang kotak sudah diangkat, yang lingkaran belum."

Membangun bisnis di bidang properti, Andi mulai tertarik pada usaha pengangkatan muatan kapal tenggelam pada 1985. Ketika itu bisnis pengangkatan harta karun mulai bergairah, setelah dua tahun sebelumnya United Sub-Sea Services Ltd. sukses mengangkat barang-barang berharga dari perairan Riau dan Bintan. Dipimpin Michael Hatcher, pemburu harta kelas kakap dari Australia, United mendapatkan harta senilai US$ 17,1 juta-sekitar Rp 170 miliar dengan kurs sekarang.

Andi mendirikan PT Lautan Mas Bhakti Persada pada 1990. Perusahaan ini membuat "debut" dengan menyelami perairan Ternate, Tidore, Papua, hingga Flores. Semua didasarkan pada informasi nelayan. Operasi pertama ini kosong. Lautan Mas baru memperoleh buruannya sembilan tahun setelah didirikan. Dari perairan Blanakan, Subang, Jawa Barat, perusahaan ini mengumpulkan 13 ribu keping keramik Siam dan Vietnam, keramik Cina Dinasti Song, dan keramik Dinasti Yuan. Semua barang baheula itu kini dititipkan di gudang PT Tuban Oceanic & Recovery milik kolega Andi, Budi Prakoso.

Kepada Tempo, Andi mengatakan menjadikan The Atlas of Shipwrecks & Treasure sebagai panduan. Menurut dia, buku itu dibeli dengan perjanjian untuk menyimpan rahasia. Karena itu, ia tak bersedia menyebutkan penulis atau penerbit buku itu. "Kalau semua orang tahu, repot dong bisnis saya," ujarnya.

Toh, sebetulnya, The Atlas buku biasa saja. Dari penelusuran di Internet, edisi bahasa Inggris buku itu dijual di situs Amazon.com. Buku baru dijual US$ 68, yang bekas dihargai sepersepuluhnya. Ada pula edisi koleksi, yang dijual US$ 41. The Atlas disusun oleh Nigel Pickford, arkeolog spesialis kapal karam kuno asal Inggris yang bekerja sama dengan Michael Hatcher mengangkat Kapal Vung Tau dari perairan Vietnam.

Seperti Andi menjaga "rahasia" The Atlas, bisnis harta karun ini penuh teka-teki. Satu hal yang pasti: kehadiran sang pemburu, Michael Hatcher.

l l l

PERAIRAN Indonesia sarat harta karun. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, ada 463 titik lokasi kapal yang karam pada 1508 sampai 1878. Dari jumlah itu, baru 186 titik yang telah diketahui dengan pasti. Itu pun belum semuanya disurvei. Sejak masa silam, perairan Nusantara dilintasi berbagai kapal yang berlayar dari Cina, Vietnam, Thailand, Borneo, India, lalu menuju Jawa. Kapal tenggelam karena menabrak karang, diterjang badai, atau kalah diserang.

Berabad kemudian, muatan kapal itu menjadi bisnis menggiurkan. Setelah kisah sukses Hatcher mengangkat muatan The Nanking Cargo, pemain lokal bermunculan. Di antaranya Hutomo Mandala Putra, Budi Prakoso, Herman Spiro, dan Andi Asmara. Selain Hutomo alias Tommy, keluarga Soeharto lainnya tertarik. Ada Siti Hardijanti atau Tutut, Ari Sigit, juga Sudwikatmono.

Selain menggiurkan, menurut Adi Agung, Direktur Utama PT Paradigma Putra Sejahtera, yang bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd. mengangkat barang-barang dari kapal karam di Cirebon, bisnis ini kejam. Sebab, tidak ada peraturan tegas yang mengaturnya. "Wilayahnya abu-abu," katanya. Menurut dia, banyak pemain melakukan pengangkatan tanpa izin atau menggunakan izin palsu. "Semua memiliki beking masing-masing."

Bisnis harta karun juga unik: membutuhkan modal besar, berisiko tinggi, tapi juga menjanjikan keuntungan besar. Dengan prosedur resmi, memang waktu balik modal sulit diprediksi. Sebab, pengusaha tak boleh menjual sebiji pun harta karun yang merupakan kekayaan negara. Barang hanya boleh dijual bersama pemerintah, dan hasilnya dibagi rata.

Menurut sumber Tempo di Kementerian Kelautan, persaingan keras terjadi di antara para pemain bisnis harta karun. Pemainnya sebenarnya tak banyak, tidak lebih dari 15. Itu pun tak semuanya aktif berburu. Selain nilai harta yang menggiurkan, persaingan dipicu oleh sedikitnya ahli harta karun. Perusahaan berebut tenaga ahli yang umumnya warga negara asing, termasuk Hatcher.

Pada 2002, misalnya, perusahaan Budi Prakoso mempekerjakan Hatcher. Namanya tercantum dalam surat kepengurusan izin pengangkatan yang dikirim PT Tuban Oceanic ke Angkatan Laut. Pada awalnya Budi membantah berhubungan dengan Hatcher. Tapi, setelah Tempo memperoleh dokumen pengurusan izin, ia mengakui pernah mempekerjakan sang pemburu harta.

Ia mengatakan Hatcher " terlalu banyak mengetahui isi perut perairan Indonesia". Karena itu, ia beralasan, merekrut pria sepuh itu untuk survei di perairan Selat Mare, Tidore, Maluku Utara, pada 2002. Tujuannya, kata dia, agar Hatcher bisa dikontrol dan tidak mencuri lagi. "Tapi, diam-diam dia kembali ke lokasi dan mau mencuri," ujarnya.

Hubungan Tuban Ocean dengan Hatcher pun putus. Tiga tahun lalu, PT Comexindo Usaha Mandiri mempekerjakan Hatcher. Ketika itu, menurut Direktur Hukum Comexindo, Haryo Yuniarto, perusahaannya belum masuk dunia pengangkatan harta dan baru membicarakan titik survei. Itu sebabnya, ia menuturkan, Comexindo mengundang para ahli, termasuk Hatcher.

Comexindo memiliki hubungan baik dengan Angkatan Laut. Perusahaan ini merekrut Laksamana Purnawirawan Achmad Sutjipto, mantan Kepala Staf Angkatan Laut, menjadi komisaris. Ada juga Laksamana Muda Purnawirawan Heribertus Sudiro, mantan anggota Fraksi Tentara Nasional Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai direktur. Kantor perusahaan ini pun memakai ruko milik Induk Koperasi Angkatan Laut.

Menurut Omar Fazni Rulyadi, Direktur Utama PT Adi Kencana Salvage, perusahaan pemburu harta karun lainnya, persaingan sebenarnya sudah dimulai sejak proses penemuan titik lokasi. Persaingan meningkat pada waktu mengurus izin survei. Pengusaha 30 tahun ini menyatakan pernah mengajukan izin survei di satu lokasi penemuan. Ternyata lokasi yang sama diklaim perusahaan lain. Informasi lokasi penemuan barang paling banyak diberikan nelayan. Tapi tak semuanya akurat. "Atau, informasi yang sama dijual ke perusahaan lain," tuturnya.

Adi Kencana termasuk yang aktif mencari, menemukan, dan mengangkat harta karun. Dalam laporan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Barang Muatan Kapal Tenggelam, Mei 2010, Adi Kencana mengangkat harta karun di perairan Karang Heluputan (2006) dan Teluk Sumpat (2006), keduanya di Kepulauan Riau. Satu lokasi lagi di perairan Laut Jawa, Jepara, pada 2008.

Untuk ketiga lokasi ini, Omar harus menggelontorkan hampir US$ 8 juta. Hanya, temuan sekitar 60 ribu keping harta dari Dinasti Ching, Ming, Yuan, dan Sung itu kini masih terdampar di tiga gudang yang disewa Omar, menunggu lelang bersama pemerintah. "Selama itu, saya harus bayar sewa gudang, perawatan dan pengamanan Rp 75 juta sampai Rp 100 juta setiap tahun," katanya.

l l l

MALANG-melintang di bawah laut sejak awal 1980-an, Berger Michael Hatcher kembali ramai dibicarakan. Dari sebuah video yang diputar Konsorsium Penyelamat Aset Bangsa beberapa waktu lalu, jagoan pemburu harta karun ini diduga beroperasi di perairan Blanakan, Subang, Jawa Barat, pada Juni 2009. Dia terlihat memamerkan sejumlah barang porselen yang, menurut dia, berasal dari Dinasti Ming.

Aksi kakek 70 tahun ini mengejutkan pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebuah tim terpadu dibentuk Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Tim ini melibatkan Direktorat V Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Polisi pun meminta Direktorat Imigrasi mencegah Hatcher keluar Indonesia.

Kepolisian menyelidiki keterlibatan Hatcher dalam pencurian benda berharga. Selasa pekan lalu, pria kelahiran Inggris ini dipanggil ke Badan Reserse. "Dia tidak datang," ujar Direktur Direktorat V, Brigadir Jenderal Suhardi Alius, Jumat pekan lalu. Dia memastikan, Hatcher belum menjadi tersangka. "Kami masih mengumpulkan keterangan," tuturnya.

Pekan ini Badan Reserse kembali melayangkan panggilan pemeriksaan. Suhardi memastikan, Hatcher masih berada di Jakarta. Sumber Tempo menyebutkan Hatcher tinggal di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ketika dimintai konfirmasi, Zhakira Tamayanti, manajer humas hotel itu, membenarkan Hatcher pernah menginap di sana. "Saya tidak tahu kapan persisnya dia keluar," katanya.

Michael Hatcher adalah legenda hidup perburuan harta karun. Namanya mulai banyak disebut ketika berhasil mengeruk 225 lantak emas dan 150 ribu keping keramik Cina dari bangkai kapal Vec De Geldermasen di perairan Bintan Timur, April 1985. Dikenal sebagai The Nanking Cargo, kapal itu tenggelam pada 1752. Hatcher meraup US$ 15 juta dari pelelangan barang-barang itu di Balai Lelang Christie, Singapura.

Meski ditangkal masuk Indonesia, Hatcher tetap menyelami dasar samudra memburu harta. Pada Mei 1999, ia menemukan onggokan kapal Tek Sin Cargo, yang tenggelam pada 1822 di Selat Gelasa, seputar Pulau Bangka. Pemerintah buru-buru mengancam mengumumkan itu harta karun ilegal, sebelum Hatcher melelang temuannya di Stuttgart, Jerman, pada 17-25 November 2000 (lihat "Mengejar Sampai Stuttgart").

Kehadiran Hatcher di perairan Blanakan pada Juni 2009, menurut Koordinator Konsorsium Aset Bangsa, Endro Soebekti Sadjiman, sebagai konsultan yang dikontrak perusahaan lokal, PT Comexindo Usaha Mandiri. Aktivitas Hatcher itu tanpa izin pemerintah. "Sebab, izin baru diberikan kepada Comexindo pada November 2009."

Budi Prakoso, pemilik PT Tuban Oceanic Research & Recovery, menuduh Hatcher bahkan sudah mengeruk harta sebelum izin survei keluar. Padahal izin survei dan izin mengangkat barang muatan kapal tenggelam dikeluarkan terpisah. Dugaan penyimpangan izin oleh Hatcher dan Comexindo itulah yang dibidik polisi. Itu sebabnya, para petinggi Comexindo telah dimintai keterangan.

Ditemui di kantornya di kawasan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara, Direktur Hukum Comexindo Haryo Yuniarto membenarkan pemeriksaan polisi. Menurut dia, polisi telah memanggil Direktur Utama Comexindo Anton Nangoy; Direktur Operasi Edwin Tanod; penyelam Gunawan, Buyung, dan Qoyum; tenaga administrasi Saiful; serta teknisi Nazlie Kurdi, yang berkewarganegaraan Singapura.

Haryo mengatakan, tidak benar Comexindo melakukan pelanggaran penyelaman. Didampingi Laksamana Muda Purnawirawan Heribertus Sudiro, ia menunjukkan surat izin survei dan izin pengangkatan untuk proyek Blanakan. Ia pun menegaskan Comexindo sama sekali tidak lagi melibatkan atau berkomunikasi dengan Hatcher. "Terakhir berkomunikasi empat bulan lalu," tuturnya.

Dia pun berencana meminta pertanggungjawaban Konsorsium Aset Bangsa, yang menyebutkan Hatcher sebagai konsultan perusahaannya. Ia mengatakan tuduhan itu dilemparkan perusahaan lain yang iri pada temuan Comexindo. "Kami kan mendapat barang bagus dari Blanakan."

Anne L. Handayani, Muhammad Nafi

Harta yang Terungkap

1983

Riau

* Muatan: 22 ribu keping porselen Dinasti Ming
* Pemilik: United Sub-Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher)
* Nilai lelang: US$ 2,1 juta

Bintan Timur, Riaul 239 ribu keping porselen dan 45 kilogram emas.

* United Sub-Sea Services, Ltd. (Michael Hatcher), Swartberg Ltd.
* US$ 15 juta

1999

Heluputan, Riau l 37 ribu keping keramik Dinasti Song

* PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)

Pulau Buaya, Riaul 31.370 keping guci, cupu, kendi, piring, pot keramik Dinasti Sung dan Yuan

* PT Muara Wiwesa Samudra (Tommy Soeharto/Chepot Hanny Wiano)
* US$ 15 juta

Bangka, Sumatera Selatan l 46 ribu keping barang antik Cina Dinasti Tang

* PT Sulung Segarajaya (Oky Otto-Otto)

Perairan Blanakan, Jawa Baratl 13 ribu keping keramik Thailand dan Vietnam, keramik Cina Dinasti Song dan Yuan

* PT Lautan Mas Group (Andi Asmara)
* Belum ada penawaran Perairan Jepara, Jawa Tengahl 28.500 ribu keping keramik Dinasti Ming
* PT Ekalingga Adikencana (Herman Spiro)
* Rp 800 juta Selat Gelasa, Sumatera Selatanl 350 ribu keping barang antik terdiri atas porselen jenis piring biru-putih, keramik seladon jenis piring, porselen poci berukir naga abad ke-15, dan patung granit
* PT United Sub-Sea Services Indonesia (USSI) Suwanda dan Michael Hatcher
* DM 35 juta (setara dengan Rp 140 miliar pada kurs Rp 4.000)

Perairan Tuban, Jawa Timurl Ratusan mangkuk Vietnam abad ke-4 dan tembikar Cina Dinasti Han

* PT Tuban Oceanic & Recovery/(Budi Prakosa)
* Rp 350-400 ribu per keping Perairan Tidore, Malukul Keramik Dinasti Ming l PT Baruda Persada Internusa (Andy Asmara)

Selat Gelasa, Sumatera Selatanl 3 karung keramik l PT Samudera Kembar Jaya Selat Gelasa, Sumatera Selatanl 33 kontainer barang antik Dinasti Ching

* PT Sub-Sea Services Indonesia dan PT Persada Cakrawala Dirga (Hatcher & Suwanda)
* US$ 1,5 juta (setara dengan Rp 10,5 miliar pada kurs Rp 7.000)

2002

Selat Karimata

* 31.029 keramik dan dan logam Cina Dinasti Yuan
* PT Tuban Oceanic Research & Recovery (Budi Prakosa)

2005

Laut Jawa, Cirebon

* 271.834 keramik, logam, perhiasan Cina lima Dinasti, Timur Tengah, Afrika
* PT Paradigma Putra Sejahtera (Adi Agung)
* US$ 42,575 juta

2006

Karang Heluputan, Riau

* 21.521 keramik, jangkar, meriam, logam Cina dinasti Ching dan Ming
* PT Adikencana Salvage
* US$ 493,7 ribu

Teluk Sumpat, Riau

* 16.461 keramik dan batuan Cina Dinasti Yuan dan Ching
* PT Adikencana Salvage
* US 175,2 ribu

2008

Laut Jawa, Jepara

* 14.814 keramik dan koin Cina lima dinasti
* PT Adikencana Salvage

Laut Jawa, Karawang

* 6.422 keramik Cina lima dinasti
* PT Adikencana Salvage

2009

Perairan Belitung Timur

* 34.680 koin, meriam, keramik abad ke-18

April 2010

Perairan Ujung Pamanukan

* 18.551keramik Cina Dinasti Ming
* PT Comexindo Usaha Mandiri (Anton A. Nangoy)
Selengkapnya...

BMKT Kembali Ditemukan di Laut Subang


Harta karun barang muatan kapal tenggelam (BMKT| peninggalan era dinasti China ditemukan lagi di Laut Jawa, tepatnya di perairan Belanakan-Subang, Jawa Barat. Sejak awal 2010, pengangkatan BMKT berupa benda antik yang dibuat tahun 1600-an ini sudah mulai dilakukan PT Comexsindo.

"Diperkirakan, penemuan BMKT kali ini lebih besar dibanding di Laut Cirebon. Selain keramik, memang belum dapat diketahui jenis dan jumlah persis barang muatan yang ada di kapal karam tersebut," kata Dirjen Pengawasan Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aji Su-larso saat melakukan tinjauan ke kapal tongkang (submarine service) pengangkat BMKT di Subang, Rabu (5/5).

BMKT peninggalan Dinasti Ming tahun 1600-an telah diangkat pihak Co-mexsindo berupa keramik berjumlah 12.415 unit. Dalam satu hari, diturunkan 22 penyelam untuk mengangkat BMKT tersebut. "Mungkin pengangkatan baru selesai dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Ini mengingat faktor cuaca yang sangat menentukan kece-patan waktu pengangkatannya," kata Aji lagi.

Lokasi penemuan BMKT terletak pada $ derajat 28-768 lintang selatan dan 107 derajat 53-275 bujur timur dengan kedalaman 50 hingga 54 meter di bawah laut. Pengangkatan BMKT mengusung tema Project Belanakan I.
Seperti diketahui, ada sekitar 100 lebih pekerja yang berada dalam kapal tongkang, di. mana sekitar 50 persen merupakan operator dan eksekutor pengangkatan BMKT. Sedangkan sisanya merupakan anak buah kapal (ABK) serta petugas pengawas pengangkatan BMKT dari TNI, Polri, KKP, serta Ke-menterian Kebudayaan dan Pariwisata.

Ketika ditanya mengenai sejauh mana pengawasan yang dilakukan instansi terkait dalam proses pengangkatan BMKT, menurut Aji, semua instansi terkait berada dalam satu kapal dan terus mengawasi kegiatan yang dilakukan para kru pengangkatan BMKT itu. Dengan demikian, sangat minim terjadi penyelewengan oleh perusahaan atau oknum pekerja terhadap harta karun BMKT. Ini karena semua kegiatan yang dilakukan selalu berada dalam pengawasan ketat, termasuk pada saat penyelaman. (Byu|


http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/2657/bmkt-kembali-ditemukan-di-laut-subang
Selengkapnya...